Calendar
« May 2010 » | Su | Mo | Tu | We | Th | Fr | Sa | | | | | | | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 |
Statistics
Total online: 2 Guests: 2 Users: 0
|
|
Monday, 25-11-24, 2:57 PM |
Welcome Guest | RSS |
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat Jemaat "SINAI" - Surabaya (Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah - Lukas 13:29) |
Main | Registration | Login |
Main » 2010 » May » 25 » JADILAH PELITA
|
Pada suatu malam, seorang buta
berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan
sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa
pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok." Dengan lembut
sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak
menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita
tersebut.
Tak berapa lama, dalam perjalanan,
seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu
kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa,
mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan
lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta?
Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan
itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah
padam!" Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta
maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang
buta." Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas
kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali
pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan
masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada
lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih
berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya
padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang
sama." Senyap sejenak. secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda
orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya.," sembari meledak dalam
tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka
yang berjatuhan sehabis bertabrakan. Pada waktu itu juga, seseorang
lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang
sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa
mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya
saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik,
orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."
Pelita melambangkan terang
kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam
hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak
lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka
yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan
kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih
banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan
"pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang
dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan
dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi
pemaaf. Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang
kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta"
walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang
seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita,
sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik
kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling
memaklumi dan saling membantu. Orang buta kedua mewakili mereka yang
sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau
kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang
buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin
melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili
mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita
kebijaksanaan. Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita
masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris
padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad
mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala
pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah
habis terbagi. Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah
penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah
pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran
yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.
|
Views: 415 |
Added by: SINAI
| Rating: 0.0/0 |
|
|